Sumber foto; http://novalmaliki.blogspot.com/ |
COMPASSION: 12 LANGKAH MENUJU HIDUP BERBELAS KASIH
Penulis: Karen Armstrong
Penerbit: Mizan, Bandung, Maret 2013, 247 halaman
Selusin langkah untuk mewujudkan dunia yang lebih baik dengan hidup berbelas kasih. Dari ajaran dibuat menjadi gerakan universal. Tampak mudah, tapi butuh perjuangan seumur hidup.
Karen Armstrong kali ini tidak berbicara soal nabi maupun agama. Filsuf dan sejarawan agama ini bak motivator. Melalui Compassion: 12 Langkah Menuju Hidup Berbelas Kasih, Armstrong membuat formula mewujudkan dunia lebih baik dengan hidup berbelas kasih. Lengkap dengan tutorial 12 langkahnya.
Ide
Armstrong ini memang logis benar. Sejumlah perang besar sudah
tercatat dalam sejarah. Tak hanya Perang Salib, melainkan juga
pertempuran yang tak kunjung usai di Gaza dan Afghanistan. Termasuk
perebutan kekuasaan yang kini terjadi di Mesir dan Suriah. Dalam
konteks Indonesia, konflik semacam itu nyata pada kasus Sunni-Syiah
di Jawa Timur dan Ahmadiyah di beberapa wilayah.
Sejarah
pun sudah terlalu banyak membuktikan bahwa agama yang idealnya
mempersatukan justru lebih sering dianggap sebagai pemicu peperangan.
Agama menjadi kambing hitam dan dianggap sebagai sumber konflik.
Ayat-ayat Tuhan yang suci dijadikan alat untuk memuaskan nafsu
kekuasaan dan harta benda. Ketamakan-ketamakan semacam ini dibungkus
dengan retorika agama.
Atas
dasar perang semacam itu, Armstong menekankan perlunya upaya untuk
mewujudkan dunia yang lebih baik, dunia yang penuh dengan belas
kasih. Armstrong menyebutnya dengan Kaidah Emas: "Jangan
perlakukan orang lain sebagaimana yang tidak Anda inginkan untuk diri Anda
sendiri." Kaidah Emas semacam ini sudah pasti termaktub jelas
pada semua agama.
Armstrong
menguraikan Kaidah Emas itu dalam 12 langkah. Langkah-langkah ini
kemudian ia tempatkan dalam masing-masing bab, yaitu belajar tentang
belas kasih, lihatlah dunia anda sendiri, belas kasih pada diri
sendiri, empati, perhatian penuh, tindakan, betapa sedikitnya yang
kita ketahui, bagaimana seharusnya kita berbicara pada sesama,
kepedulian untuk semua, pengetahuan, pengakuan, dan cintailah
musuhmu.
Pada
era modern, belas kasih tampaknya asing sekali. Bagaimana tidak,
ekonomi kapitalis yang sangat kompetitif dan individualis memicu
manusia mengutamakan egoisme diri sendiri ketimbang kepentingan orang
lain. Lebih dari seabad lalu, Charles Darwin menggambarkan hal ini
melalui teori evolusi. Sesama makhluk bersaing demi mempertahankan
hidup. Karena itu, banyak pihak mengatakan bahwa altruisme semacam
ini bisa jadi sangat problematik.
Sejarah
sebetulnya juga mencatat banyak tokoh yang mengajarkan soal kasih
sayang. Kita mengenal Confusius (551-479 SM) di Cina dengan ajaran
tentang shu (tenggang rasa) dan metode spiritual Jalan (dao).
Di India, Buddha (470-390 SM) mengajak umatnya menuju nirwana, dunia
yang damai, karena nafsu, keinginan, dan keegoisan hilang sudah
seperti nyala api yang padam. Ia mengajarkan meditasi mengenai "empat
pikiran yang tak terukur" dari cinta. yaitu maitri (cinta
kasih), karuna (belas kasih), mudita (sukacita
simpatik), dan upeksha (pikiran yang adil).
Tak
hanya Confusius dan Buddha, dunia pernah memiliki Mahatma Ghandi,
Nelson Mandela, Dalai Lama, bahkan Lady Diana. Hanya saja, sejauh ini
belum ada yang membuat ajaran itu menjadi gerakan universal.
Armstrong mencoba menggulirkan ajaran belas kasih ini menjadi gerakan
universal, yang ia sebut Charter for Compassion. Gerakan ini
diluncurkan pada 12 November 2009 di 60 lokasi di seluruh dunia. Ia
berkeliling ke berbagai negara demi membangun komunitas global,
tempat setiap etnis dan golongan hidup bersama dalam harmoni.
Begitupun,
Armstrong menyakini bahwa mewujudkan dunia dengan belas kasih itu
bukan perkara mudah. Perjuangan mewujudkan compassion adalah
perjuangan jangka panjang, bahkan seumur hidup.
0 komentar: